
Jakarta, Allonews.id – Polemik tunjangan rumah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta yang nilainya mencapai puluhan juta rupiah kembali mencuat. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Basri Baco, menegaskan bahwa revisi tunjangan perumahan sebesar Rp70 juta per bulan masih berada dalam tahap kajian mendalam oleh pemerintah bersama pihak terkait.
Menurut politisi Partai Golkar itu, pembahasan mengenai tunjangan anggota dewan tidak hanya dilakukan di tingkat DKI Jakarta, melainkan juga menyangkut rencana penyeragaman kebijakan di seluruh daerah. Ia menilai perlu ada formulasi yang adil agar tidak muncul perbedaan mencolok antarwilayah.
“Sedang dikaji bersama, dicari jalan yang terbaik, yang seragam rencananya. Jadi enggak Jabar sekian, Banten sekian, DKI sekian. Ini rencananya mau diseragamkan,” ujar Baco di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (19/9/2025), dikutip dari Liputan6.com.
Ia menambahkan, langkah penyeragaman tunjangan rumah itu bertujuan untuk menghindari disparitas yang selama ini kerap menimbulkan sorotan publik. Besaran tunjangan perumahan anggota DPRD diketahui berbeda signifikan di beberapa provinsi.
Rezeki Dewan dan Konstituen
Lebih jauh, Basri Baco menegaskan bahwa isu tunjangan bukan sekadar berkaitan dengan kepentingan pribadi anggota dewan. Menurutnya, kebijakan tersebut juga berimplikasi pada masyarakat yang mereka wakili.
“Dikaji yang terbaik. Karena rezeki dewan itu ada di dalamnya rezeki konstituen,” ucapnya. Meski demikian, ia belum dapat memastikan kapan kajian akan rampung dan keputusan resmi diambil.
Tunjangan Fantastis Jadi Sorotan
Berdasarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 415 Tahun 2022 tentang Besaran Tunjangan Perumahan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD DKI Jakarta, angka tunjangan yang diterima wakil rakyat di ibu kota jauh lebih tinggi dibandingkan anggota DPR pusat. Pimpinan DPRD DKI Jakarta memperoleh tunjangan hingga Rp78,8 juta per bulan termasuk pajak. Sedangkan anggota DPRD menerima sekitar Rp70,4 juta per bulan.
Nilai fantastis ini tidak hanya menuai sorotan publik, tetapi juga memicu desakan agar kebijakan tersebut dievaluasi. Banyak pihak menilai tunjangan sebesar itu tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat yang masih menghadapi berbagai tantangan.
Kini, publik menanti hasil kajian pemerintah dan DPRD terkait rencana revisi sekaligus penyeragaman tunjangan perumahan. Apakah angka fantastis itu akan dipangkas, atau tetap dipertahankan dengan alasan kebutuhan representasi jabatan, masih menjadi tanda tanya besar.



