
Jakarta, Allonews.id – Kasus kematian tragis Prada Lucky Chepril Saputra Namo, prajurit muda TNI Angkatan Darat, mulai menemukan titik terang. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan intensif, penyidik Detasemen Polisi Militer (Denpom) Ende menetapkan empat orang prajurit sebagai tersangka.
Prada Lucky, yang baru dua bulan berdinas setelah dilantik, mengembuskan napas terakhir pada Rabu, 6 Agustus 2025, pukul 11.23 WITA, di RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebelumnya, ia dirawat intensif selama empat hari di ruang ICU rumah sakit tersebut. Dugaan penganiayaan oleh seniornya menjadi fokus utama penyelidikan.
Desakan Publik dan Komitmen TNI AD
Peristiwa ini memicu perhatian luas publik. Pihak keluarga korban, anggota DPR, hingga Wakil Ketua MPR RI, kompak menyerukan agar proses hukum dilakukan secara transparan. Mereka menuntut para pelaku dihukum setimpal, bahkan sebagian keluarga menginginkan hukuman mati.
TNI AD melalui Kepala Dinas Penerangan, Brigjen Wahyu Yudhayana, menegaskan komitmen institusinya untuk mengusut kasus ini hingga tuntas. “Proses hukum akan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku setelah ditemukan bukti dan fakta serta tingkat keterlibatan masing-masing personel,” ujar Wahyu.
Menurutnya, TNI AD tidak akan menoleransi segala bentuk kekerasan, tradisi menyimpang, atau pembinaan yang merugikan personel. Langkah ini, kata Wahyu, penting demi menjaga soliditas dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi militer.
Identitas Lengkap Para Tersangka
Hasil penyelidikan Denpom Ende mengarah pada penetapan empat prajurit senior sebagai tersangka, yaitu:
- Pratu Petris Nong Brian Semi
- Pratu Ahmad Adha
- Pratu Emiliano De Araojo
- Pratu Aprianto Rede Raja
Mereka sebelumnya telah ditahan di Ruang Sel Tahanan Subdenpom IX/1-1 Ende, Flores, untuk pemeriksaan lebih lanjut. Brigjen Wahyu mengungkapkan, dari 20 prajurit yang diperiksa, keempat nama ini ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyiksa Prada Lucky menggunakan tangan kosong.
Luka di Tubuh dan Kronologi Singkat
Prada Lucky, 23 tahun, merupakan lulusan baru yang ditempatkan di Batalyon Teritorial Pembangunan (TP) 834 Wakanga Mere Nagekeo. Keluarga korban menemukan sejumlah luka lebam dan sayatan di tubuhnya, indikasi kuat adanya penganiayaan.
Ayah korban, Sersan Mayor (Serma) Christian Namo, bersama ibunya, Sepriana Paulina Mirpey, menegaskan tuntutannya agar pelaku dijatuhi hukuman maksimal. “Kami ingin keadilan ditegakkan. Jangan ada lagi prajurit muda yang menjadi korban kekerasan seperti ini,” tegas mereka.
Penyelidikan Masih Berlanjut
Denpom Ende telah memeriksa lebih dari 20 saksi, termasuk rekan korban dan anggota satuan tempatnya bertugas. Hingga kini, pihak berwenang masih mendalami kronologi lengkap penganiayaan dan menunggu hasil pemeriksaan lanjutan sebelum menetapkan pasal yang akan dikenakan.
Kasus ini juga menjadi bahan evaluasi internal TNI AD, khususnya terkait pola pembinaan prajurit baru. Tujuannya, mencegah agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang dan memastikan setiap anggota TNI terlindungi dari praktik kekerasan yang tidak sesuai aturan.
Keterangan: Berita ini sebelumnya telah disiarkan oleh Liputan6.com pada Sabtu,9 Agustus 2025.



