
Jakarta, Allonews.id — Polemik kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kembali mencuat di Sulawesi Selatan. Gubernur Andi Sudirman Sulaiman meminta para kepala daerah menunda sementara kebijakan kenaikan PBB, menyusul keluhan warga atas lonjakan tarif yang dinilai memberatkan.
Dalam keterangannya, Andi Sudirman menegaskan bahwa setiap pemerintah daerah harus melakukan identifikasi dan pengelompokan (klasterisasi) objek pajak sebelum menetapkan tarif baru. Selain itu, ia mendorong adanya relaksasi atau keringanan khusus bagi masyarakat tidak mampu.
“Jangan sampai membebani masyarakat menengah ke bawah, tetapi di sisi lain mampu mendorong peningkatan pendapatan daerah,” ujar Gubernur Sulsel, dikutip dari Liputan6.com, Rabu (20/8/2025).
Sikap Daerah Berbeda
Meski imbauan ini disampaikan, sejumlah kepala daerah di Sulsel menegaskan tidak akan menaikkan PBB. Sekretaris Daerah Luwu Timur, Bahri Suli, misalnya, menegaskan bahwa kebijakan pajak di wilayahnya masih terkendali.
“PBB tidak menjadi masalah karena sudah kami atur. Kenaikannya pun tidak besar, hanya pengalihan dari NJOP sebesar 0,02 persen,” jelasnya.
Sebelumnya, Bupati Luwu Timur Irwan Bachri Syam juga memastikan bahwa pemerintahannya tidak akan menaikkan tarif PBB. “Di Luwu Timur tidak ada kebijakan menaikkan PBB. Kami tidak ingin menambah beban masyarakat, justru fokus kami adalah menjaga kestabilan dan meningkatkan pelayanan publik,” tegasnya.
Parepare Jadi Sorotan Nasional
Berbeda dengan Luwu Timur, Kota Parepare justru tengah dilanda polemik besar terkait PBB. Sejumlah warga mengeluhkan tagihan yang melonjak drastis, bahkan ada yang naik hingga 800 persen.
Wakil Ketua DPRD Parepare, Muhammad Yusuf Lapanna, mengungkapkan pihaknya menerima banyak aduan. Dalam rapat Badan Anggaran DPRD bersama Badan Keuangan Daerah (BKD), Yusuf mendesak pemerintah kota segera mengevaluasi kebijakan ini.
“Dalam rapat ini kami meminta BKD melakukan evaluasi terhadap kenaikan PBB. Ada surat edaran dari Mendagri yang perlu dijadikan acuan,” ujar Yusuf.
Ia mencontohkan, seorang warga yang sebelumnya membayar PBB sekitar Rp400 ribu, kini harus membayar lebih dari Rp4 juta. Kasus lain, tagihan PBB dari Rp999 ribu tiba-tiba melonjak menjadi Rp5,5 juta.
“Bayangkan saja, bagaimana masyarakat tidak kaget kalau dari Rp400 ribu langsung jadi Rp4 juta. Itu artinya naik sampai 800 persen,” tegas Yusuf.
Potensi Picu Gejolak
DPRD Parepare menilai kebijakan ini berpotensi memicu keresahan publik, serupa dengan yang sempat terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, dan Bone, Sulsel. Karena itu, mereka mendesak Pemkot Parepare membuka posko pengaduan di setiap kelurahan agar masyarakat mendapat penjelasan dan solusi.
“Ini sudah menjadi perhatian nasional, kami tidak ingin Parepare mengalami hal serupa. Maka Pemkot perlu segera bertindak dengan membuka kanal aduan,” ujar Yusuf.
Lebih lanjut, ia menegaskan DPRD siap melakukan revisi, bahkan mencabut Peraturan Daerah (Perda) terkait pajak, apabila terbukti kebijakan ini membebani masyarakat. Namun, DPRD masih memberi kesempatan bagi pemerintah kota untuk memperbaiki aturan tersebut.
“Kalau memang memberatkan masyarakat, bukan hanya direvisi, aturan ini juga bisa dicabut. Tapi kami beri ruang dulu bagi Pemkot untuk memperbaiki,” tutupnya.
Menanti Langkah Konkret
Sorotan publik kini tertuju pada bagaimana Pemkot Parepare menindaklanjuti desakan DPRD dan keluhan warga. Sementara di tingkat provinsi, Gubernur Sulsel menegaskan bahwa kebijakan pajak harus mengedepankan keadilan sosial serta tidak boleh menambah beban di tengah kondisi ekonomi yang masih menantang.



