
Tarakan, Allonews.id – Polemik antara masyarakat dan PT Prima Rimba Indonesia (PRI) kembali menjadi sorotan serius DPRD Tarakan, Kalimantan Utara. Dewan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan di Kantor DPRD Tarakan, Jumat (31/10/2025), untuk menindaklanjuti hasil kunjungan lapangan sehari sebelumnya di kawasan perusahaan.
Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua II DPRD Tarakan, Edi Patanan, dihadiri 14 unsur penting, di antaranya perwakilan DLH, BPN, Dinas Perumahan dan Permukiman, DPUPR, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Camat Tarakan Utara, Lurah Juata Permai, dan Ketua RT setempat. Namun, perwakilan masyarakat terdampak absen lantaran pada waktu bersamaan menggelar aksi penutupan jalan menuju area PT PRI.
“Kami sebenarnya ingin memfasilitasi kembali pertemuan antara masyarakat dan pihak perusahaan agar masalah ini tidak terus berlarut. Tapi karena masyarakat hari ini melakukan aksi, maka kami hanya menampung masukan dari instansi terkait untuk diteruskan ke pihak perusahaan dan kementerian,” ujar Edi Patanan, dikutip dari TribunKaltara.com, Jumat (31/10/2025).
Edi menjelaskan, absennya masyarakat dalam rapat bukan tanpa alasan. Sebelumnya, pada 2 Oktober 2025, telah dilakukan pertemuan antara masyarakat dan manajemen PT PRI yang juga dihadiri pihak kelurahan, kecamatan, dan sopir perusahaan. Dalam pertemuan itu, kedua pihak menandatangani kesepakatan. Namun karena kesepakatan tersebut belum dijalankan oleh perusahaan hingga batas waktu yang ditentukan, masyarakat akhirnya melakukan aksi penutupan jalan pada 31 Oktober sebagai bentuk protes.
Dalam RDP tersebut, sejumlah instansi memberikan catatan penting terkait temuan di lapangan. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), misalnya, menyebut salah satu penyebab utama kegagalan panen warga adalah saluran air yang tertimbun timbunan tanah perusahaan, sehingga lahan pertanian kerap tergenang.
“PUPR menyarankan agar perusahaan segera melakukan normalisasi saluran dan membangun pompa drainase agar air bisa mengalir dengan baik,” jelas Edi.
Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga menemukan sejumlah persoalan teknis pada sistem pengelolaan limbah PT PRI. Menurut DLH, saluran pembuangan limbah perusahaan belum dibangun secara permanen dan belum dilengkapi vegetasi penahan di sekitar area pembuangan.
“DLH meminta agar tanggul diperkuat dengan batu koral dan ditanami tumbuhan di sekelilingnya. Ini penting untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan,” ungkap Edi.
Selain masalah lingkungan, DPRD juga menyoroti status lahan di kawasan Juata Permai yang masih tumpang tindih. Berdasarkan laporan BPN dan Camat Tarakan Utara, terdapat gugatan dari kelompok tani atas lahan seluas 110 hektare yang kini sedang diproses di Mahkamah Agung (MA). Hingga kini belum ada kejelasan apakah lahan tersebut termasuk dalam area sengketa atau tidak.
“BPN belum menyampaikan detail koordinat lahan yang disengketakan. Namun hal ini perlu diperhatikan jika nanti berbicara soal ganti rugi,” kata Edi.
Rapat juga membahas informasi mengenai sanksi lingkungan yang dijatuhkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup kepada PT PRI. Berdasarkan catatan, Deputi LH telah memberikan sanksi sejak 23 Juni 2025, namun detail pelaksanaannya masih menunggu penandatanganan resmi di kementerian.
Sebagai tindak lanjut, DPRD Tarakan merekomendasikan agar PT PRI segera melakukan normalisasi saluran air, memperbaiki akses jalan yang rusak, serta menata sistem pembuangan limbah secara permanen.
“Semua masukan dari PU, DLH, BPN, dan instansi lainnya akan kami sampaikan kepada perusahaan serta diteruskan ke kementerian terkait. Tujuannya jelas: menyelesaikan masalah masyarakat dan memastikan aktivitas perusahaan tidak merugikan lingkungan,” pungkas Edi.
Rapat lanjutan ini diharapkan menjadi langkah konkret menuju penyelesaian konflik antara masyarakat dan PT PRI, yang selama ini menjadi sorotan publik di Kota Tarakan.



