
Jakarta, Allonews.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan praktik korupsi yang menyeret Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kelas C di wilayahnya. Nilai proyek tersebut mencapai Rp126,3 miliar dan didanai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Selain Abdul Azis, empat orang lainnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD, Ageng Dermanto sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek RSUD Koltim, serta dua pihak swasta dari PT Pilar Cerdas Putra (PT PCP) yaitu Deddy Karnady dan Arif Rahman.
Desain Seragam, Lelang Dikondisikan
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada Desember 2024 ketika Kemenkes bertemu dengan lima konsultan perencana untuk membahas basic design RSUD. Seluruh desain tersebut dibuat seragam dan menjadi tanggung jawab pihak Kemenkes, sebelum pembangunan diserahkan kepada 12 kabupaten penerima DAK, termasuk Kolaka Timur.
“Desain rumah sakit ini semuanya sama, tanggung jawab dari pihak Kemenkes. Pembangunan nanti diserahkan kepada kabupaten, tapi desainnya tetap sama,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
Memasuki Januari 2025, terjadi pertemuan antara Pemkab Kolaka Timur dan pihak Kemenkes di Jakarta untuk membahas pengaturan lelang pembangunan RSUD Kelas C. Dalam pertemuan itu, Abdul Azis bersama beberapa pejabat daerah, termasuk kepala bagian PBJ dan kepala Dinas Kesehatan Koltim, diduga mengatur agar PT PCP keluar sebagai pemenang tender.
Skema Fee 8 Persen
PT PCP kemudian resmi diumumkan sebagai pemenang tender di situs LPSE Koltim, dengan nilai proyek Rp126,3 miliar. Namun, KPK menemukan adanya permintaan komitmen fee sebesar 8 persen atau sekitar Rp9 miliar, yang diduga diminta langsung oleh Abdul Azis dan Ageng Dermanto.
Pada April 2025, Ageng Dermanto menyerahkan uang Rp30 juta kepada Andi Lukman Hakim di Bogor. Selanjutnya, pada Mei–Juni 2025, Deddy Karnady menarik uang Rp2,09 miliar dari rekening perusahaan, di mana Rp500 juta di antaranya diberikan kepada Ageng Dermanto di lokasi proyek.
“Dari anggaran Rp126,3 miliar, ABZ (Abdul Azis) dan AGD (Ageng Dermanto) mintanya 8 persen, kira-kira sekitar Rp9 miliar,” kata Asep.
Uang tersebut kemudian dibagi dalam beberapa termin pembayaran. Salah satunya berupa penarikan cek Rp1,6 miliar oleh Deddy, yang diserahkan kepada Ageng Dermanto lalu diteruskan ke Yasin (YS), staf Abdul Azis. Dana itu disebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi sang bupati.
Selain itu, Deddy juga menarik tunai Rp200 juta yang diserahkan kepada Ageng Dermanto, dan dijadikan barang bukti oleh KPK.
Status Tersangka dan Penahanan
KPK menetapkan Abdul Azis, Ageng Dermanto, dan Andi Lukman Hakim sebagai pihak penerima suap. Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 11, dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Deddy Karnady dan Arif Rahman sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kelima tersangka kini ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih selama 20 hari pertama, terhitung sejak 8 hingga 27 Agustus 2025.
Keterangan: Berita ini sebelumnya telah disiarkan oleh Liputan6.com pada Sabtu,9 Agustus 2025.



