
Jakarta, Allonews.id — Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang menolak gugatan praperadilan Nadiem Makarim menuai reaksi dari tim kuasa hukumnya. Mereka menilai keputusan hakim tidak mempertimbangkan fakta penting bahwa hingga kini belum ada hasil audit resmi mengenai kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.
“Bagaimana mungkin seseorang ditetapkan sebagai tersangka korupsi sementara hasil audit untuk menghitung kerugian negaranya belum ada? Hal ini yang sangat kami sayangkan, karena seharusnya menjadi pertimbangan utama hakim,” kata Dodi S. Abdulkadir, kuasa hukum Nadiem, di PN Jaksel, Senin (13/10/2025), dikutip dari Liputan6.com.
Dodi menjelaskan, meskipun praperadilan menilai aspek formil dan prosedural, seharusnya hakim bisa lebih progresif dalam menegakkan asas keadilan dan hak asasi tersangka. Ia menilai keputusan tersebut terlalu kaku dan belum mencerminkan semangat pembaruan hukum.
“Tadinya kami berharap hakim melakukan terobosan hukum yang bisa menjadi penemuan hukum baru. Namun rupanya hakim tetap berpedoman pada norma-norma baku. Jadi, putusan ini hanya membuktikan aspek administratif dari penetapan tersangka,” ujarnya.
Sidang praperadilan yang berlangsung sejak 3 Oktober 2025 itu juga menyinggung dugaan adanya cacat prosedur dalam proses penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Dua ahli hukum pidana turut dihadirkan untuk memperjelas pentingnya unsur audit sebagai bukti sah dalam perkara korupsi.
Pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad — saksi ahli dari pihak Kejagung — menjelaskan bahwa kerugian negara dalam kasus korupsi harus nyata (actual loss), bukan sekadar potensi kerugian (potential loss). Pandangan ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa unsur kerugian negara harus benar-benar terjadi dan dapat dihitung secara pasti.
Sementara itu, ahli hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Khairul Huda, menyebut bahwa alat bukti paling relevan untuk menetapkan tersangka korupsi berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor adalah bukti kerugian negara yang sah dan terukur.
Dodi menambahkan, hingga kini belum ada hasil audit resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menunjukkan adanya kerugian negara dalam proyek pengadaan laptop Chromebook. Sebaliknya, hasil evaluasi BPKP menyebutkan bahwa pengadaan tersebut berjalan normal dan tidak ditemukan indikasi mark-up.
“Artinya, sampai hari ini tidak ada unsur kerugian negara sebagaimana ditegaskan oleh BPKP, lembaga resmi yang berwenang melakukan audit keuangan negara. Ini mungkin kasus pertama di mana seseorang ditetapkan tersangka korupsi sementara audit kerugian negara belum ada,” tegas Dodi.
Tim kuasa hukum Nadiem menyatakan akan mempelajari langkah hukum lanjutan pascaputusan ini. Mereka menilai kasus ini menjadi ujian penting bagi integritas dan profesionalitas penegak hukum dalam memastikan setiap proses penyelidikan dan penetapan tersangka berjalan sesuai prinsip keadilan dan bukti hukum yang sah.



