
Tarakan, Allonews.id – Kota Tarakan mulai menapaki era baru sejak 2019 dengan menempatkan dirinya dalam peta kota modern dengan mengusung konsep Smart City. Enam pilar besar disusun sebagai kerangka pembangunan: smart economy, smart environment, smart people, smart living, smart government, dan smart mobility.
Visinya jelas: menjawab tantangan era digital dan menghadirkan layanan perkotaan yang lebih baik bagi masyarakat. Namun, lima tahun berjalan, pertanyaan publik masih sama: sejauh mana masyarakat Tarakan benar-benar merasakan manfaat program smart city ini?
Digitalisasi Ekonomi Belum Merata
Pemerintah Kota Tarakan mendorong digitalisasi ekonomi sejak awal. UMKM diajak masuk ke platform daring, pembayaran non-tunai diperluas, dan ruang ekonomi kreatif dibuka lebih luas.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan tidak semua pelaku usaha siap. Banyak UMKM masih kesulitan memahami sistem digital. Akibatnya, jurang kesenjangan antara pelaku usaha yang sudah melek teknologi dan yang masih konvensional semakin nyata.
Lingkungan Pintar, Sampah Menjadi PR Utama
Pada pilar smart environment, Tarakan berupaya menghadirkan tata kelola lingkungan yang baik. Program TPS3R dan bank sampah berjalan, tetapi belum optimal. Sampah masih menjadi pemandangan sehari-hari, ditambah ancaman banjir dan keterbatasan ruang terbuka hijau.
Kondisi ini menimbulkan kritik dari masyarakat. “Kota pintar itu mestinya bersih dan nyaman, bukan hanya label di atas kertas,” kata seorang warga Tarakan, dikutip dari Radartarakan.com.
SDM Muda Kreatif Butuh Kebijakan Konsisten
Generasi muda Tarakan memiliki potensi besar dalam kreativitas dan literasi digital. Namun, pilar smart people belum sepenuhnya ditopang kebijakan pemerintah yang berkelanjutan.
Masyarakat yang sudah mulai melek digital menuntut transparansi. Tanpa itu, kecerdasan kolektif hanya akan berhenti pada kelompok terbatas, bukan menjadi kekuatan bersama.
Kualitas Hidup Masih Jadi Tantangan
Melalui pilar smart living, pemerintah berkomitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi, tantangan di lapangan masih besar: distribusi air bersih belum merata, penanganan sampah tertinggal, dan transportasi publik terbatas.
“Sejahtera itu bukan kata-kata, tapi kebutuhan nyata yang harus dirasakan warga setiap hari,” ujar tokoh masyarakat setempat.
Pemerintahan Digital Belum Efektif
Smart government menjadi salah satu pilar penting. Layanan publik berbasis digital memang mulai tersedia, tetapi efektivitasnya masih dipertanyakan. Keluhan terkait lambatnya pelayanan, birokrasi rumit, dan akses yang belum merata terus muncul.
Tanpa perbaikan signifikan, teknologi hanya menjadi etalase, sementara masalah klasik tetap membelenggu.
Mobilitas Kota Masih Tertinggal
Tarakan yang relatif kecil sebenarnya memiliki peluang besar menata transportasi. Namun, pilar smart mobility masih menghadapi jalan terjal. Angkutan umum belum berkembang, kendaraan pribadi tetap dominan, dan sistem transportasi terpadu belum terwujud.
Antara Harapan dan Realita
Konsep smart city Tarakan jelas ambisius. Enam pilar yang disusun semestinya bisa berjalan beriringan, saling menopang untuk menciptakan kota cerdas yang inklusif.
Namun, bila jurang antara visi dan kenyataan di lapangan masih lebar, smart city berisiko tak lebih dari sekadar slogan pembangunan. Masyarakat kini menunggu bukti nyata, bukan hanya janji.



